Sunday, May 17, 2009

Kasus Flu Babi Meningkat di Jepang

Tokyo (ANTARA News/Reuters) - Jumlah kasus flu H1N1 di Jepang meningkat menjadi 17 pada Minggu, menurut pejabat kementerian kesehatan, di mana media melaporkan bahwa terjadi peningkatan kasus di kalangan pelajar sekolah menengah dari kota yang terletak tidak jauh dari pusat Jepang.

Kyodo News menyebutkan bahwa tambahan empat orang siswa yang dikonfirmasi menderita flu tersebut menjadikan jumlah kasus flu itu di seluruh Jepang mencapai 21 kasus.

Sebagian besar dari pelajar sekolah yang terdampak virus itu, yang bersekolah di Kobe dan Osaka di Jepang tengah, tidak melakukan perjalanan ke luar negeri sebelumnya, kata media.

Pejabat kementerian kesehatan mengatakan bahwa belum jelas bagaimana virus itu menyebar di kedua kota itu.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) , Sabtu, mengatakan bahwa pihaknya mengawasi dari dekat perkembangan situasi di Jepang, WHO menaikkan waspada pandeminya pada 29 April ke skala 5 dari 6 skala, yang berarti bahwa pandemi segera terjadi.

Bukti bahwa penyakit itu menyebar di luar Amerika Utara, dimana ia berasal, akan memicu peningkatan skala menjadi 6.

Kota Kobe, Sabtu, memutuskan untuk menutup sejumlah sekolah umum selama satu pekan setelah delapan kasus pertama dikonfirmasi.

Menteri Kesehatan Yoichi Masuzoe, Sabtu, mengatakan bahwa pihak berwenang akan mencoba untuk mengidentifikasi orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan para siswa dan mengambil keputusan seperti meminta beberapa orang tertentu untuk tetap tinggal di rumah dalam upaya mencegah penyebaran virus.

Virus baru itu tampak seperti flu musiman --menyebar dengan cepat dan menyebabkan gejala ringan.
(*)

Satu Desa di India Miliki 500 Manusia Kembar

New Delhi, (ANTARA News) - Para dokter sedang mempelajari satu desa unik di negara bagian Kerela, India selatan, yang memiliki lebih dari 500 manusia kembar padahal desa itu sendiri hanya memiliki 2.000 rumah tangga, demikian laporan harian berhasa Hindi, Danik Bhaskar, Kamis.

Meskipun kelahiran bayi kembar di desa tersebut telah disaksikan setidaknya selama tiga generasi, jumlah bayi kembar yang dilahirkan di desa Kodinhi meningkat setiap tahun, kata surat kabar tersebut, demikian dikutip dari Xinhua-OANA.

Dr. Krishan Sribhuj, yang telah mempelajari desa itu selama dua tahun belakangan, mengatakan meskipun orang kembar yang terdaftar berjumlah 500, jumlah sesungguhnya orang kembar di desa tersebut lebih dari 600.

Dokter itu telah mengesampingkan penyebab lingkungan hidup atau polusi sebagai satu faktor, dan mengatakan semua orang kembar tersebut sehat dan tak memiliki gangguan.

Ia menduga fenomena itu berkaitan dengan kebiasaan makan warga desa, yang memiliki 45 orang kembar bagi setiap 1.000 orang, enam kali lebih banyak dari angka rata-rata.

Pada 2008 saja, 30 bayi kembar dilahirkan di desa tersebut.(*)

Wednesday, May 13, 2009

Resensi : Mengenal Investasi Saham

oleh Mulyo Sunyoto


Jakarta (ANTARA News) - Seorang karyawan di sebuah perusahaan pers bercerita bahwa banyak orang terpelajar dan berduit di Indonesia yang masih "katrok" alias kampungan dalam mengelola keuangan mereka.

"Mereka hanya tahu bahwa menanam uang dalam bentuk deposito merupakan pilihan yang utama, karena aman dan tak memerlukan banyak energi dalam pengelolaannya. Tapi mereka mengeluh karena hasilnya tak memuaskan," kata karyawan itu.

Bagi yang mau bersusah-susah, membangun rumah atau kamar kontrakan merupakan pilihan lain yang disukai banyak orang berduit. "Hasilnya agak lumayan tapi memerlukan pengelolaan yang agak merepotkan. Apalagi tak semua pengontrak bertabiat dan beritikad baik," katanya.

Nah, ada cara yang belum dilirik orang kebanyakan dalam memutar dana yang dimiliki, yakni berinvestasi dalam bentuk saham.

Ada sebuah buku yang bisa menuntun seseorang untuk memutar dana dengan berinvestasi atau berjual beli saham. Buku itu ditulis Ir Gregorius Sihombing MM dengan judul "Kaya dan Pinter Jadi Trader dan Investor Saham".

Ada empat poin penting yang menjadi bahasan dalam buku itu, yakni strategi membeli dan menjual saham, cara memilih broker, daftar perusahaan blue chips dan CEO handal serta tips dan trik transaksi saham online.

Berjual beli saham sebagai salah satu aktivitas ekonomi memang tak bisa dilakukan setengah-setengah, dalam arti mencoba-coba. Perlu keseriusan dan komitmen kuat untuk mencemplungkan diri dalam dunia transaksi saham.

Hukum ekonomi yang paling prinsip juga berlaku di dunia ini: pilihan paling berisiko diganjar keuntungan yang paling besar sementara pilihan yang kurang berisiko akan mendapat imbalan yang kurang menguntungkan.

Jika seseorang tak mau ambil risiko dan ingin mendapat kepastian bahwa uang yang ditanam memberikan keuntungan, orang itu harus bertransaksi di saham blue chips, alias saham dari perusahaan yang menjadi pemimpin di kelasnya seperti Telkom, Indosat, Astra International.

Jika mau dapat keuntungan yang lebih besar dari saham blue chips, belilah saham lapis kedua, yang tentu saja berisiko rugi lebih besar karena adanya gejolak pasar yang lebih besar pula. Saham lapis ketiga memberi keuntungan yang lebih besar lagi tapi dengan tingkat ketidakpastian lebih besar pula.

Tentu untuk terjun jadi investor saham perlu melakukan pengamatan yang cermat atas pergerakan harga saham yang selalu berubah dalam hitungan detik.

Karena dunia teknologi informasi telah demikian maju secara pesat, perdagangan saham pun telah mengikuti kecenderungan umum, yakni jual-beli saham secara online.

Penulis buku ini menyajikan uraian tentang jual-beli secara online dan keuntungannya dibanding transaksi saham secara manual dengan bahasa yang mudah dicerna bagi pembaca umum yang tak punya latar belakang pendidikan ekonomi sekali pun.

Bagi mereka yang awam soal jual-beli saham secara online, Gregorius Sihombing menuntun dengan bahasan yang rinci dan mencoba meyakinkan bahwa dana yang digunakan untuk jual-beli saham secara online itu tak akan hilang atau raib dengan mudah. Ada sistem teknologi informasi yang memberikan jaminan bahwa data dan dana yang dimiliki seseorang tak akan dengan mudah bisa disalahgunakan oleh para hacker.

Ada hal penting yang perlu diketahui oleh investor saham lewat dunia maya, yakni dalam memilih broker atau perusahaan sekuritas yang memberikan fasilitas perdagangan online untuk nasabahnya.

Memilih broker ini sangat krusial sehingga para calon nasabah online trading harus hati-hati. Ada beberapa langkah yang perlu dilewati: mengumpulkan nama-nama broker dan memilih yang punya reputasi, tidak perlu yang paling besar.

Langkah kedua adalah membandingkan setoran dana awal minimum yang dibutuhkan masing-masing broker. Perhatikan juga biaya yang akan dibebankan pada nasabah.

Jangan lupa membandingkan tingkat kecepatan transaksi antarbroker. Bandingkan kelengkapan fitur online trading serta dukungan yang diberikan masing-masing broker.
Pilihlah broker yang kantornya dekat dengan keberadaan anda. Kenalilah secara pribadi para staf pemasaran dan staf akun ("account officer") dalam perusahaan sekuritas yang akan anda jadikan mitra transaksi saham secara online.

Tampaknya, kaum terpelajar dan berduit di tanah air perlu membaca buku ini agar tak gampang dicap sebagai "katrok" karena buta sama sekali tentang dunia jual-beli saham. Di negara-negara maju, ibu-ibu rumah tangga pun tak asing lagi dengan dunia jual-beli saham lewat dunia maya. (*)

Monday, May 11, 2009

First, Second and Third World


Worlds within the World?

The First, the Second, and the Third World.
When people talk about the poorest countries of the world, they often refer to them with the general term Third World, and they think everybody knows what they are talking about. But when you ask them if there is a Third World, what about a Second or a First World, you almost always get an evasive answer. Other people even try to use the terms as a ranking scheme for the state of development of countries, with the First world on top, followed by the Second world and so on, that's perfect - nonsense.

To close the gap of information you will find here explanations of the terms.

The use of the terms First, the Second, and the Third World is a rough, and it's safe to say, outdated model of the geopolitical world from the time of the cold war.
There is no official definition of the first, second, and the third world. Below OWNO's explanation of the terms.

Four Worlds
After World War II the world split into two large geopolitical blocs and spheres of influence with contrary views on government and the politically correct society:
  1. The bloc of democratic-industrial countries within the American influence sphere, the "First World".
  2. The Eastern bloc of the communist-socialist states, the "Second World".
  3. The remaining three-quarters of the world's population, states not aligned with either bloc were regarded as the "Third World."
  4. The term "Fourth World", coined in the early 1970s by Shuswap Chief George Manuel, refers to widely unknown nations (cultural entities) of indigenous peoples, "First Nations" living within or across national state boundaries.

First there was the three worlds model
The origin of the terminology is unclear. In 1952 Alfred Sauvy, a French demographer, wrote an article in the French magazine L'Observateur which ended by comparing the Third World with the Third Estate: "ce Tiers Monde ignoré, exploité, méprisé comme le Tiers État" (this ignored Third World, exploited, scorned like the Third Estate). Other sources claim that Charles de Gaulle coined the term Third World, maybe de Gaulle only has quoted Sauvy. However...

__ Definitions

point The term "First World" refers to so called developed, capitalist, industrial countries, roughly, a bloc of countries aligned with the United States after World War II, with more or less common political and economic interests: North America, Western Europe, Japan and Australia.

to Countries of the "First World"



point "Second World" refers to the former communist-socialist, industrial states, (formerly the Eastern bloc, the territory and sphere of influence of the Union of Soviet Socialists Republic) today: Russia, Eastern Europe (e.g., Poland) and some of the Turk States (e.g., Kazakhstan) as well as China.

to Countries of the "Second World"



point "Third World" are all the other countries, today often used to roughly describe the developing countries of Africa, Asia and Latin America.
The term Third World includes as well capitalist (e.g., Venezuela) and communist (e.g., North Korea) countries, as very rich (e.g., Saudi Arabia) and very poor (e.g., Mali) countries.
Below

to Countries of the "Third World"
Third World Countries classified by various indices: their Political Rights and Civil Liberties, the Gross National Income (GNI) and Poverty of countries, the Human Development of countries, and the Freedom of Information within a country.


point The term "Fourth World" first came into use in 1974 with the publication of Shuswap Chief George Manuel's: The fourth world : an Indian reality (amazon link to the book), the term refers to nations (cultural entities, ethnic groups) of indigenous peoples living within or across state boundaries (nation states).

see to Native American Indians
American Indian Nations.

More links to nations of the "Fourth World" you will find at the Nations Online Project respective country pages under "Natives".
The outdated three worlds model



Sunday, May 10, 2009

Terbitan Perdana


Saya disini sebagai pemula yang sedang belajar menulis. Ide ini berawal ketika saya berpikir, merenung, dan melamun (heheh...maklum, kalo lagi nganggur, emang kayak gitu kegiatannya), apa jadinya ya kalo saya mencoba mencurahkan apa yang ada di benak saya ke dalam sebuah tulisan, kayak apa sih jadinya.

Kadang ketika saya berpikir tentang sesuatu, oo..iyaya kayak gini, mmm.. gitu ya..., wah...emang kayak gini nih seharusnya, dan hal itu kadang hanya selintas aja di pikiran, kemudian dalam beberapa waktu selanjutnya, saya coba inget-inget...apa sih yang kemaren tuh...kok lupa ya...dan biasanya itu hal-hal yang kurang penting sih untuk diinget, dan untungnya kebanyakan bukan hal yang berkaitan dengan pekerjaan saya.

Apa jadinya kalau hal sepenting pekerjaan dilupakan, tentunya pekerjaan saya jadi kacau dan saya akan terancam dipecat. Alhamdulillah sejauh ini saya masih bisa melaksanakan tugas saya dengan lancar. Memang agak aneh sih, kayak sindrome "short range memories loss" gitu deh. Semoga aja tulisan ini membantu saya dalam mengingat sesuatu-sesuatu tersebut. Amiin

Totalitas Total Football


Total Football bagi saya adalah sistem permainan sepakbola yang paling menarik. Tetapi memahami Total Football ternyata tidak segampang yang saya duga. Berulangkali membaca berbagai literatur dan artikel sepakbola, susah menemukan penjelasan mengapa dan bagaimana Total Football muncul. Hanya dengan memahami mengapa dan bagaimana, kita bisa memahami esensi sesuatu.

Yang standar tentu saja kita tahu bahwa sistem ini pertama kali muncul di Belanda dengan permainan bertumpu pada fleksibilitas pertukaran posisi pemain yang mulus. Posisi pemain sekadar kesementaraan yang akan terus berubah sesuai kebutuhan. Karenanya, semua pemain dituntut untuk nyaman bermain di semua posisi.

Penjelasan paling memuaskan malah bukan saya dapat dari orang Belanda, melainkan seorang penulis Inggris yang tergila-gila dengan sepakbola Belanda. David Winner menulis buku yang kalau diterjemahkan bebas kira-kira berjudul, "Oranye Brilian -- Jenius dan Gilanya Sepakbola Belanda".

Orang Belanda sendiri sampai terkagum-kagum dan mengatakan, ''Ah, jadi begitukah cara berpikir kami.'' Banyak pemain bola Belanda seperti tersadarkan pada sosok yang berada di dalam kaca ketika mereka bercermin.

Winner tidak membahas sepakbola semata. Menurutnya Total Football hanyalah pengejawantahan ''psyche'' paling dasar warga Belanda dalam memahami kehidupan. Benang merah Total Football juga ada dalam karya seni, arsitektur, dan bahkan tatanan sosial budaya masyarakat Belanda.

Berlebihan? Mungkin. Namun penjelasannya sungguh masuk akal.

Kita semua tahu ukuran lapangan sepakbola lebih kurang sama di mana-mana, sehingga ruang permainan selalu sebenarnya sama. Tapi orang Belanda sadar bahwa ruang juga adalah persoalan abstrak di dalam kepala. Membesar dan mengecilnya ruang tergantung pada cara mengeksploitasinya.

Total Football, demikian jelas buku itu, adalah persoalan ruang dan eksploitasinya itu, bukan yang lain. Fleksibilitas posisi pemain, pergerakan pemain, semuanya adalah konsekuensi dari upaya untuk menciptakan ruang agar bisa dieksploitir semaksimal mungkin.

Prinsip dasarnya sebenarnya sangat sederhana. Besar kecilnya lapangan sepakbola walau ukurannya sama, tetapi di benak bisa berubah tergantung siapa yang bermain di dalamnya.

Misalnya, begitu pemain Belanda menguasai bola maka mereka akan membuat lapangan seluas mungkin. Pemain bergerak ke setiap jengkal ruang yang tersedia. Di benak lawan lapangan akan tampak begitu lebar.

Atau, begitu lawan menguasai bola, ruang harus dibuat sesempit mungkin. Pemain yang terdekat dengan pemain lawan yang menguasai bola dituntut untuk menutupnya secepat mungkin, tidak peduli apakah itu pemain bertahan atau bukan. Bisa satu bisa dua, bahkan tiga. Tekanan harus dilakukan secepat mungkin bahkan ketika bola masih ada di jantung pertahanan lawan. Lawan terjepit dalam benak bahwa lapangan begitu sempit.

Memperlebar atau mempersempit ruangan di benak lawan tentu bukan barang mudah. Harus ada kemampuan untuk mencari ruangan. Pergerakan yang kompak. Cara mengumpan bola yang eksploitatif atas ruang yang tersedia, entah melengkung, lurus, melambung, dll. Pendeknya dibutuhkan pemahaman geometri ruangan yang tidak sederhana.

Persoalannya adalah, mengapa hal ini tidak terpikirkan oleh orang lain sebelumnya? Dan mengapa orang Belanda yang bisa melakukannya?

Jawabnya, menurut buku itu, didapat dari kondisi alam Belanda.

Bangsa Belanda secara intrinsik bangsa yang spatial neurotic (tergila-gila oleh ruangan ataupun pemanfaatannya). Kondisi alam memaksa mereka demikian. Lima puluh persen tanahnya berada di bawah permukaan laut. Sementara sisanya terlalu sempit untuk jumlah penduduk yang berjubel.

Terus menerus bangsa ini melakukan reklamasi untuk memperluas daratan. Dengan sadar persoalan tanah mereka atur dengan sangat disiplin dan ketat. Eksistensi bangsa ini tergantung bagaimana mereka merawat tanah yang tak seberapa mereka punya. Kanal, selokan air, bendungan kecil dan besar, teratur rapi membelah setiap jengkal tanah yang mereka punya.

Belanda hingga saat ini adalah negara paling padat dalam ukuran per meter persegi, dan pengaturan tanahnya adalah yang paling teratur di muka bumi.

Namun seberapa pun mereka mencoba, seberapa pun disiplinnya, tanah tidak akan pernah cukup tersedia.

Lalu apa yang dilakukan?

Jawabnya ada di daya khayal, di benak, di alam abstraksi. Di samping secara fisik mereka mencoba memperluas wilayah darat mereka, mereka juga menciptakan ruang yang luas dialam khayal mereka.

Kalau Anda kebetulan datang ke Eropa, bandingkanlah tata kota Belanda dengan negara lain. Kita akan segera sadar bahwa Belanda memang lebih sempit tapi tata kotanya dibuat sedemikian rupa rapi, sehingga terasa sangat longgar. Dibanding negara manapun di dunia, tata kota di Belanda adalah yang paling kompak di dunia.

Arsitektur bangunannya, baik yang tua maupun modern, terasa sangat inovatif, dengan sudut yang sering tidak normal, bentuk bangunan yang tidak umum, aneh, tetapi kesannya selalu sama—longgar dan lapang. Karena semua lekuk ketidaknormalan adalah bagian dari upaya untuk menciptakan ruang tambahan di alam khayal tadi.

Bahkan benak juga dilonggarkan untuk urusan norma sosial. Kalau etika Protestan semarak di Belanda di awal kelahirannya, sangatlah bisa dimengerti. Mereka secara instingtif akan memberontak terhadap segala sesuatu yang sifatnya mengukung. Dalam kasus kelahiran Protestan tentu saja pemberontakan atas kungkungan ajaran Katolik saat itu.

Proses itu terus berlanjut hingga sekarang. Kita tahu norma sosial Belanda adalah yang paling longgar di Eropa. Kelonggaran yang tetap diatur. Misalnya, mainlah ke Vondell Park di Amsterdam, bolehlah Anda menghisap ganja atau mariyuana dengan santai. Padahal di negara lain sembunyi-sembunyi pun Anda tidak boleh.

Jejak-jejak spatial neurotic ini bisa kita temukan dengan mudah di karya-karya seni mereka bahkan di kehidupan politik, tetapi kembali ke persoalan sepakbola, mentalitas pemain sepakbola juga sama persis. Ketika mereka turun ke lapangan, benak mereka selalu bermain-main dengan keinginan untuk menciptakan ruangan selonggar mungkin, lalu mengeksploitasinya.

Ketika Rinus Michel membawa Ajax menjadi juara Piala Champions tahun 1971, Eropa tersadarkan sebuah sistem baru yang mulai sempurna telah lahir. Sistem yang lahir dari psyche orang Belanda yang tergila-gila dengan ruang dan pemanfaatannya. Dan ketika Michel membawa Belanda ke final Piala Dunia 1974 lahirlah istilah Total Football.

Total Football sendiri sebenarnya meminjam penamaannya dari gerakan sosial yang digagas para arsitek-filosof terkemuka Belanda sekitar tahun 1970-an. Sebuah gerakan bernama Total. Memahami kehidupan perkotaan secara menyeluruh: mengatur urbanisasi, lingkungan, dan pemanfaatan energi dalam satu totalitas. Agar ruang yang tersedia di Belanda bisa termanfaatkan secara maksimal. Dan sepakbola adalah sebuah hiburan bagian dari pendekatan yang menyeluruh itu. Totalitas. Namanya: Total Football.

Best and Worst Brain's Food


We rounded up the best foods to munch on when you need a mental boost—and found studies that show, in fact, that you can be up to 200 percent more productive if you make the right eating choices. Stock up on these items to halt mental decline, jog your memory, sharpen your senses, improve your performance, activate your feel-good hormones, and protect your quick-witted sharpness, whether you’re 15, 40—or not admitting to any age whatsoever!

FOR SHORT-TERM MEMORY
Drink This!: COFFEE

Fresh-brewed joe is the ultimate brain fuel. Caffeine has been shown to retard the aging process and enhance short-term memory performance. In one study, British researchers found that just one cup of coffee helps improve attention and problem-solving skills.





Not That!: ENERGY DRINKS/TOO MUCH COFFEE

Ever heard of the concept “too much of a good thing”? If you OD on caffeine—too many cups, a jolt of caf from the late afternoon onward, a Red Bull cocktail—it can mess with your shuteye schedule. Sleep is reboot time for your mental computer, and you don’t want to mess with it.



FOR LONG-TERM MEMORY
Eat This!: BLUEBERRIES

Antioxidants in blueberries help protect the brain from free-radical damage and cut your risk of Alzheimer’s and Parkinson’s diseases. They can also improve cognitive processing (translation: thinking). Wild blueberries, if you can find them, have even more brain-boosting antioxidants than the cultivated variety, so book that vacation in Maine now. The berries will ripen in July.

Not That!: THE UNRIPE AND UNREADY

Here’s a cool tip: if your favorite berries are out of season, buy them frozen. The freezer locks in peak flavor and nutrients, so the berries’ antioxidant capacity is maxed out. Those pale, tough, and expensive off-season berries usually ripen on a truck, rather than on the bush, so they’re nutritional imposters compared to the real thing.



TO THINK FASTER
Eat This!: SALMON OR MACKEREL

If the Internal Revenue Service picks you for some up-close-and-personal auditing, you’ll want to be on your toes when they vet your deductions list. So put salmon or mackerel on the grocery list. The omega-3 fatty acids found in fatty fishes are a primary building block of brain tissue, so they’ll amp up your thinking power. Salmon is also rich in niacin, which can help ward off Alzheimer’s disease and slow the rate of cognitive decline.

Not That!: FULL-FAT ICE CREAM

Not all fats are created equal: Beware foods high in saturated fats, which can clog blood vessels and prevent the flow of nutrients and blood to the brain. Ice cream is not a brain-health food.


TO ENERGIZE:
Eat This!: HIGH-PROTEIN SALAD WITH VINAIGRETTE

The oil in the dressing will help slow down digestion of protein and carbs in the salad, stabilizing blood-sugar levels and keeping energy levels high. Build your salad on a bed of romaine and spinach for an added boost in riboflavin, and add chicken and a hard-boiled egg for more energizing protein.


Not That!: PANCAKES OR BAGELS

MIT researchers analyzed blood samples from a group of people who had eaten either a high-protein or a high-carbohydrate breakfast. Two hours after eating, the carb eaters had tryptophan levels four times higher than those of the people who had eaten protein. The tryptophan in turkey is one of the reasons you crawl off for an afternoon nap after Thanksgiving dinner. So watch what you gobble.



TO CALM DOWN
Eat This!: LOW-FAT YOGURT OR MIXED NUTS

Scientists in Slovakia gave people 3 grams each of two amino acids—lysine and arginine—or a placebo, and asked them to deliver a speech. Blood measurements of stress hormones revealed that the amino acid-fortified guys were half as anxious during and after the speech as those who took the placebo. Yogurt is one of the best food sources of lysine; nuts pack loads of arginine.

Not That!: SODA

A study from the American Journal of Public Health found that people who drink 2½ cans of soda daily are three times more likely to be depressed and anxious, compared with those who drink fewer. So Mountain Dew is a Mental Don’t.



TO CONCENTRATE
Eat This!: PEPPERMINT TEA

The scent of peppermint helps you focus and boosts performance, according to researchers. Need to reach Chicago before nightfall, and you’re stuck in traffic around Cleveland? One study found that peppermint makes drivers more alert and less anxious.

Not That!: CANDY

Sugary foods incite sudden surges of glucose that, in the long term, cause sugar highs and lows, leading to a fuzzy state of mind.



FOR GOOD MOODS AND GRINS
Eat This! ARUGULA OR SPINACH SALAD

Leafy greens—arugula, chard, spinach—are rich sources of B vitamins, which are key components on the assembly line that manufactures feel-good hormones such as serotonin, dopamine, and norepinephrine. According to a study published in the Journal of Neuroscience Nursing, a lack of B6 can cause nervousness, irritability, and even depression.

Not That!: WHITE CHOCOLATE

White chocolate isn’t chocolate at all, since it contains no cocoa solids. So it won’t stimulate the euphoria-inducing mood boosters like serotonin, as real chocolate does. Grab the real thing, the darker the better. More cacao means more happy chemicals and less sugar, which will eventually pull you down.



FOR SHARPER SENSES
Eat This!: 1 TBSP OF GROUND FLAXSEED DAILY

Flax is the best source of alphalinoleic, or ALA—a healthy fat that improves the workings of the cerebral cortex, the area of the brain that processes sensory information, including that of pleasure. To meet your quota, sprinkle it on salads or mix it into a smoothie or shake.

Not That!: ALCOHOL

This one’s obvious, but worth mentioning anyway. A drink or two can increase arousal signals, but more than that will actually depress your nervous system. This makes you sloppy, not sharp.